Anggaran Stunting di Kutai Barat Dinilai Belum Tepat Sasaran
- July 31, 2024
KBRN, Sendawar : Pemerintah Kabupaten Kutai Barat (Kubar) terus meningkatkan alokasi anggaran untuk program penurunan stunting. Dimana pada tahun 2023, Pemda Kubar mengalokasikan Rp 95 miliar, kemudian naik menjadi Rp 169 miliar di tahun 2024, ditambah bantuan dari BKKBN Provinsi Kaltim sebesar Rp 6,4 miliar.
Meski demikian, efektivitas penggunaan dana ini masih dipertanyakan. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KB-P3A) Kutai Barat, Sukwanto, mengungkapkan bahwa alokasi anggaran untuk penanganan stunting telah meningkat signifikan dari tahun ke tahun.
Namun, menurut Sukwanto, peningkatan anggaran ini belum berbanding lurus dengan penurunan angka stunting. Data menunjukkan prevalensi stunting di Kubar justru meningkat dari 15% pada tahun 2022 menjadi 21% pada tahun 2023.
"Kami berani mengatakan ini setelah melihat bahwa di tahun 2023 pagu dana stunting cukup tinggi, tahun 2024 juga tinggi, tetapi hasil survei SSGI menunjukkan angka stunting masih sangat tinggi. Pada tahun 2023, hanya turun satu digit yaitu 1,1%," ujar Sukwanto dalam pertemuan dengan Kepala BKKBN RI di gedung ATJ kantor Bupati Kubar pada 11 Mei 2024.
Sukwanto menilai bahwa penggunaan dana stunting belum tepat sasaran. "Kalau Pak Bupati menganggarkan cukup tinggi dan Bapak Kepala BKKBN menganggarkan DAK cukup banyak ke Kutai Barat, tapi kedua hal tersebut tidak signifikan terhadap penurunan stunting," tegasnya.
BACA JUGA:
Komitmen Penurunan Stunting, Pemkab Kubar Dapat Suntikan Dana Rp 6,4 Miliar
Menurutnya, evaluasi terhadap sasaran penerima bantuan stunting menjadi perlu dilakukan. Hal ini diperkuat dengan temuan yang menunjukkan adanya bayi yang obesitas dan bergizi lebih namun tetap masuk kategori stunting.
Rinciannya pada Februari 2023, terdapat 278 bayi dengan gizi lebih dan 174 bayi obesitas. Pada Agustus 2023, ada 203 bayi dengan gizi lebih dan 146 bayi obesitas.
”Mungkin pemberian makanan tambahan dari Dinas Kesehatan atau CSR perusahaan kurang tepat sasaran," tandasnya.
Sementara itu hingga Desember 2023 pihaknya mencatat 5.358 keluarga berisiko stunting. Selain itu, terdapat 12.512 pasangan usia subur (PUS) yang termasuk dalam kategori 4T (terlalu banyak anak, terlalu dekat jarak kelahiran, terlalu muda usia saat melahirkan, dan terlalu tua usia saat melahirkan).
Lalu sekitar 2.000 baduta (bayi di bawah dua tahun) dan lebih dari 5.000 balita (anak di bawah lima tahun) di Kutai Barat memerlukan pemantauan kesehatan dan gizi yang intensif.
Yang tidak kalah penting Sukwanto menjabarkan soal sarana prasarana yang kurang memadai dan berkontribusi pada peningkatan angka stunting. Yaitu fasilitas dasar, seperti air bersih, MCK dan listrik. Ini juga membutuhkan penanganan khusus dan penganggaran yang lebih terarah.
”Di Kutai Barat ini masih ada 1560 KK tidak ada sumber air minum yang layak, kemudian ada 1715 KK tidak ada jamban keluarga dan belum semua desa atau Kampung memiliki PLN atau listrik desa. Yang tidak kalah penting walaupun upaya pak Bupati ini sudah maksimal tetapi masih ada beberapa desa kita transportasi dan komunikasinya masih ada kendala di daerah-daerah tertentu,” tuturnya.
Sukwanto tak ingin mencari kesalahan pihak manapun, tetapi dia mengajak semua pihak urung rembuk mencari solusi atas permasalahan yang ada.